Jumat, 12 November 2010

PostHeaderIcon ANAK DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN CRedite : FIxcel


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pendidikan luar biasa merupakan media pendidikan yang sangat relevan sekali dengan anak yang mempunyai kebutuhan khusus. Sebagai calon guru pendidikan luar biasa tentunya kami mempunyai misi penting yang akan di realisasikan nantinya dalam kehidupan bermasyarakat, apalagi mengingat bahwa ilmu yang digali merupakan salah satu  cabang ilmu pengetahuan tentang anak yang mempunyai kebutuhan khusus yang keberadaannya boleh dibilang kecil. Dan sebagai mahasiswa kami mempunyai tugas untuk selalu menggali tentang bagaimana anak dengan kebutuhan khusus, akahirnya kami mencoba membuat satu makalah yang mengambil tentang apa itu anak dengan kelainan  penglihatan.
Banyak alasan  mengapa kami makalah yang kami buat mempunyai topik tentang anak dengan kelainan penglihatan. Salah satu alasannya adalah bahwa anak yang mempunyai kelainan dalam penglihatan mempunyai banyak karakteristik yang mudah kita lihat pada perilakunya dalam kehidupan sehari-hari, selain itu kami sangat tertarik dan ingin mengetahui lebih  jauh dan memperdalam pengetahuan tentang apa, bagaimana, dan seperti apa anak dengan kelainan penglihatan ?. Sesuai dengan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Ortopedagogik I, maka kami dalam makalah ini  hanya membahas beberapa hal saja tentang anak dengan kelainan penglihatan.


B.     Rumusan Masalah
Ada beberapa hal yang kami akan coba bahas  dalam makalah ini,  diantaranya :
1.      Apakah Pengertian/definisi dari bergangguan  penglihatan ?
2.      Ada berapa klasifikasi dan jenis-jenis bergangguan penglihatan ?
3.      Bagaimana karakteristik dari anak dengan  gangguan penglihatan ?
4.      Bagaimana prevalensinya anak dengan gangguan penglihatan ?
C.     Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan  makalah dan  rumusan masalah diatas adalah untuk :
1.      Mengetahui dan memahami pengertian  bergangguan penglihatan.
2.      Untuk mengetahui pengklasifikasian bergangguan penglihatan.
3.      Untuk mengetahui karakteristik anak dengan gangguan penglihatan.
4.      Dan terakhir untuk mengetahui prevalensi anak dengan  gangguan penglihatan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Bergangguan Penglihatan
Dalam lingkungan masyarakat awam bergangguan penglihatan mungkin saja bisa diartikan sebagai satu gangguan pada mata kita yang disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya karena ada suatu benda renik yang masuk pada mata sehingga menyebabkan mata kita kelilipan akibatnya mengganggu kelancaran dalam melihat. Atau bisa saja gangguan penglihatan diartikan sebagai suatu keadaan dimana mata ini tidak bisa melihat lagi secara awas yang disebabkan oleh faktor umur. Tapi dalam dunia pendidikan luar biasa kita dituntut untuk mempunyai definisi sendiri tentang bergangguan penglihatan, sesuai dengan sumber-sumber  yang dikemukakan oleh para ahli tentang apa itu yang dinamakan bergangguan penglihatan. WHO sendiri mengemukakan istilah tunanentra kedalam  dua katagori, ialah “blind” atau buta dan “low vision” atau penglihatan kurang. Buta menggambarkan kondisi dimana indera penglihatan tidak bisa lagi digunakan meskipun sudah menggunakan alat bantu sehingga bergantung pada alat-alat indera lain. Sedangkan penglihatan kurang menggambarkan kondisi penglihatan dengan ketajaman yang kurang, daya tahan rendah mempunyai kesulitan dengan tuga-tugas  utama yang menuntut fungsi penglihatan tetapi masih dapat berfungsi dengan alat bantu khusus namun tetap terbatas.
Adapun kalau kita melihat definisi dari anak dengan gangguan penglihatan sebagian (partially sighted) menurut DeMott (1982 : 430) adalah mereka yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan sentral antara 20/70 dan 20/200. Siswa yang digolongkan seperti ini membutuhkan bantuan khusus atau modifikasi materi atau membutuhkan kedua-duanya dalam pendidikan di sekolah.
Dengan demikian dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa anak dengan bergangguan  dalam penglihatan adalah anak dimana kondisi penglihatannya atau  jarak penglihatannya sekitar 6/60 biasanya sudah dikatagorikan sebagai anak dengan bergangguan penglihatan. Sedangkan dalam pendidikan anak dengan  bergangguan penglihatan adalah anak yang mengalami gangguan dalam melihat sedimikian rupa sehingga mengalami hambatan dalam pencapaian belajarnya secara optimal.
B.     Kalasifikasi dan Jenis-Jenis Bergangguan Penglihatan
1.   Berdasarkan Waktu Terjadinya Gangguan Penglihatan
a.       Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
b.      Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
c.       Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
d.      Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
e.       Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
2.   Berdasarkan kemampuan daya penglihatan
a.       Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
b.      Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
c.       Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
3.   Berdasarkan pemeriksaan klinis
a.       Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.
b.      Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan.
      4.   Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata
a.       Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif.
b.      Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif.
c.       Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.
C.     Karakteristik Gangguan Penglihatan
Ada  beberapa karaktersitk orang dengan gangguan penglihatan, antara lain :
1.      Karakteristik bergangguan penglihatan total
a).    Rasa curiga pada orang lain
b).    Perasaan mudah tersinggung
c).    Ketergantungan yang berlebihan
d).    Blindsm (merupakan  gerakan-gerakan yang tidak disadari)
e).    Rasa rendah diri
f).      Tangan kedepan dan badan agak membungkuk
g).    Suka melamun
h).    Fantasi yang kuat untuk mengingat suatu objek
i).      Kritis
j).      Pemberani
k).    Peratiannya selalu terpusat
2.      Karaktersitik bergangguan penglihatan yang sedang/ masih bisa menggunakan alat indera lihatnya walaupun hanya beberapa persen saja.
a).    Selalu mengadakan fixition atau melihat suatu benda dengan memfokuskan pada titik benda.
b).    Menanggapi rangsang cahaya yang datang padanya, terutama pada benda yang memantulkan cahaya, disebut juga dengan visually function.
c).    Bergerak dengan penuh percaya diri baik dirumah maupun disekolah.
d).    Merespon warna.
e).    Mereka dapat menghindari rintangan-rintangan yang berbentuk besar dengan sisa penglihatannya.
f).      Miringkan kepala bila akan memulai dan melakukan suatu pekerjaan.
g).    Mampu mengikuti gerak benda dengan sisa penglihatannya.
h).    Tertarik pada benda  yang bergerak.
i).      Mencari benda jatuh selalu menggunakan penglihatannya.
j).      Mereka akan selalu menjadi penuntun bagi temannya yang buta.
k).    Jika berjalan selalu sering membentur atau menginjak-nginjak benda tanpa disengaja.
l).      Berjalan dengan menyeretkan kaki atau salah langkah.
m).  Kesulitan melakukan gerakan-gerakan halus dan lembut. Selalu melihat benda dengan global atau menyeluruh.

3.      Karakteristik bergangguan penglihatan sementara yang diakibatkan matanya  terkena sesuatu/kelilipan.
a).    Bisanya mengesek-gesekan tangannya kemata dengan dengan kelopak mata  yang  tertutup.
b).    Mata merah karena terus di gesek dan terjadi iritasi ringan.
c).    Selalu mencari orang lain untuk membantu melihat lilipan yang masuk kemata dan suka menyuruh meniup matanya.
D.    Prevalensi Bergangguan Penglihatan
Sampai sekarang tidak mudah mendapatkan laporan-laporan prevalensi untuk penyandang gangguan penglihatan. Ini dikarenakan oleh ketidak stabilan informasi misalnya dari faktor definisi, faktor diagnosa yang tumpang tindih atau faktor stigma dalam masyarakat, faktor definisi misalnya harus jelas batas-batas mana yang termasuk gangguan penglihatan atau tunanetra dan mana yang bukan. Cacat mata yang bisa dikoreki dengan kaca mata ini tidak dimasukan kedalam katagori tunanetra atau gangguan penglihatan, karena kalau kita melihat dari kaca mata pendidikan bahwa yang termasuk gangguan penglihatan yaitu kondisi  penglihatan yang secara keseluruhan tidak bisa berfungsi walaupun sudah menggunakan alat bantu penglihatan dan untuk menolongnya menggunakan huruf  braille dalam pendidikannya.
Kondisi susahnya pemerolehan informasi prevalensi gangguan penglihatan disetujui juga oleh Kirk dan Gallagher (1986). Dikatakan  bahwa statistik mengenai banyaknya jumlah penyandang tunanetra sukar didapat. Statistik yang berbeda juga diberikan oleh Kantor Pendidikan AS, yaitu kantor percetakan bagi tunanetra dan Lembaga Tunanetra Amerika.
Namun di Indonesia angka prevalensi kebutaan di Indonesia antara lain menggunakan data estimasi yang dikeluarkan oleh Departemen Sosial Republik Indonesia. Menyatkan  bahwa jumlah keseluruhan penyandang cacat di Indonesia diperkirakan mencapai 3,11% dari jumlah penduduk (Susilo Sipeno, 1990), dan dari perkiraan tersebut jumlah penyandang tunanetra  atau cacat penglihatan menduduki jumlah yang paling besar dibanding dengan jumlah cacat lain yaitu mencapai sekitar 0,90%. Jika penduduk Indonesia nanti mencapai 200 juta jiwa, maka jumlah orang yang mengalami gangguan penglihatan sekitar 1,8 juta jiwa. Angka  ini  tentunya bukan merupakan angka yang sedikit mengingat untuk pengobatan, perawatan maupun pelayanannya maka akan membutuhkan sarana dan prasarana tenaga biaya yang tidak sedikit.


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Gangguan penglihatan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami  hambatan untuk melakukan kegiatan sehari-hari atau dalam dunia  pendidikan gangguan penglihatan merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami  hambatan dalam  belajar sekalipun sudah menggunakan alat bantu dan cara mengajarnya membutuhkan layanan khusus.
Bergangguan penglihatan juga dibagi kedalam beberapa klasifikasi dan orang yang bergangguan penglihatan biasanya mempunyai kriteria khusus dalam kegiatan sehari-harinya, serta mempunyai kebiasaan aneh yaitu suka menggoyang-goyangkan kepala, berjalan mondar-mandir yang semuanya tidak mereka sadari bahwa hal itu mengundang keanehan dari penglihatan orang normal.
B.     Saran
Untuk pembaca apabila anda bertemu dengan anak bergangguan penglihatan maka hendaklah membantunya. Karena anak bergangguan penglihatan sangat membutuhkan bantuan kita.
Jumat, 22 Oktober 2010

PostHeaderIcon MAKALAH AUTISME Credite BY : Rahmi Yulianti

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.
Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autis akan semakin meningkat pesat. Jumlah penyandang autis semakin mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autis masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia. Autis adalah gangguan yang dipengaruhi oleh multifaktorial. Tetapi sejauh ini masih belum terdapat kejelasan secara pasti mengenai penyebab dan faktor resikonya.
Dalam keadaan seperti ini, strategi pencegahan yang dilakukan masih belum optimal. Sehingga saat ini tujuan pencegahan mungkin hanya sebatas untuk mencegah agar gangguan yang terjadi tidak lebih berat lagi, bukan untuk menghindari kejadian autis
  1. Rumusan Masalah
A.    Pengertian autisme
B.     Prevalensi
C.     Klasifikasi dan jenis-jenis
D.    Karakteristik autisme
E.     Faktor penyebab autisme
F.      Mengidentifikasi dini autis
G.    Sistem pelayanan pendidikan bagi anak autisme
H.    Masalah psikologi sosial anak autisme
  1. Tujuan
Makalah ini ditulis bertujuan agar para pembaca dapat memahami lebih dalam apa sebenarnya Autisme, serta apa saja layanan yang diberikan kepada anak autisme,dan mengetahui cara agar anak tidak mengalami autis. Kita sebagai pendidik harus mengetahui dan memahaminya.

BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian autisme
Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukanpada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).
Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan cara berkomunikasi yang aneh.
Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Bahkan pada autistik infantil gejalanya sudah ada sejak lahir.



  1. Prevalensi
Autis dapat terjadipada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa dikota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang lebih baik.
Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 di simpulkan terdapat 9 kasus autis per harinya. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalensi autisme 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autisme meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autis. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 - 4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang namun diperkirakan jumlah anak austime dapat mencapai 150 - 200 ribu orang.

  1. Klasifikasi dan jenis-jenis
    1. autisme persepsi
autisme persepsi dianggap autisme asli dan disebut juga autisme internal (endogenous) karena kelainan sudah timbul sebelum lahir, gejala yang diamati, antara lain:
·         rangsangan dari luar baik yang kecil maupun yang kuat, akan menimbulkan kecemasan.
·         Banyaknya pengaruh rangsangan dari orang tua, tidak bisa ditentukan.
·         Pada kondisi begini, baru orang tua mulai peduli atas kelainan anaknya, sambil terus menciptakan rangsangan-rangsangan yang memperberat kebingungan anaknya, mulai berusaha mencari pertolongan
·         Pada saat ini si Bapak malah sering menyalahkan Si Ibu kurang memiliki keekaan naluri keibuan.
    1. autisme reaktif
pada autisme reaktif, penderita membuat gerakan-gerakan tertentu berulang-ulang dan kadang-kadang disertai kejang-kejang. Gejala yang dapat diamati, antara lain:
·         autisme ini biasa mulai  terlihat pada anak usia lebih besar (6-7 tahun) sebelum anak memasuki tahap berpikir logis. Namun demikian, bisa saja terjadi sejak usia minggu-minggu pertama.
·         Mempunyai sifat rapuh, mudah terkena pengaruh luar yang timbul setelah lahir, baik karena trauma fisisk atau psikis. Tetapi bukan disebabkan karena kehilangan ibu.
·         Setiap kondisi, bisa saja merupakan trauma pada anak yang berjiwa rapuh ini, sehingga mempengaruhi perkembangan normal kemudian harinya.
    1. autisme yang timbul kemudian
kalau kelainan dikenal setelah anak agak besar tentu akan sulit memberikan pelatihan dan pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah melekat, ditambah beberapa pengalaman baru dan mungkin diperberat dengan kelainan jaringan otak yang terjadi setelah lahir.
  1. Karakteristik autisme
1.      gangguan pada bidang komunikasi verbal dan non verbal
·         Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara
·         Mengeluarkan kata – kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain yang sering disebut sebagai bahasa planet.
·         Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata – kata dalam konteks yang sesuai
·          Bicara tidak digunakan untuk komunikasi
·         Meniru atau membeo , beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian , nada , maupun kata – katanya tanpa mengerti artinya.
·         Kadang bicara monoton seperti robot
·         Mimik muka datar
·         Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi dengan cepat
2.      Gangguan pada bidang interaksi sosial
·         Menolak atau menghindar untuk bertatap muka
·         anak mengalami ketulian
·         Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
·         Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang
·         Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya
·         Bila didekati untuk bermain justru menjauh
·         Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain
·         Kadang mereka masih mendekati orang lain untuk makan atau duduk di pangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapun
·         Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya dibandingkan terhadap orang tuanya
3.      Gangguan pada bidang perilaku dan bermain
·         Seperti tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton dan melakukan gerakan yang sama berulang – ulang sampai berjam – jam
·         Bila sudah senang satu mainan tidak mau mainan yang lain dan cara bermainnya juga aneh
·         Keterpakuan pada roda (dapat memegang roda mobil – mobilan terus menerus untuk waktu lama)atau sesuatu yang berputar
·         Terdapat kelekatan dengan benda – benda tertentu, seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan dibawa kemana- mana
·         Sering memperhatikan jari – jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air yang bergerak
·         Anak dapat terlihat hiperaktif sekali, misal; tidak dapat diam, lari kesana sini, melompat - lompat, berputar -putar, memukul benda berulang - ulang
4.      gangguan pada bidang perasaan dan emosi
·         Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang sedang menangis akan di datangi dan dipukulnya
·         Tertawa – tawa sendiri , menangis atau marah – marah tanpa sebab yang nyata
·         Sering mengamuk tidak terkendali ( temper tantrum) , terutama bila tidak mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan dekstruktif
5.      Gangguan dalam persepsi sensoris
·         Mencium – cium , menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa saja
·         Bila mendengar suara keras langsung menutup mata
·         Tidak menyukai rabaan dan pelukan . bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan diri dari pelukan
·         Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu


  1. Faktor penyebab terjadinya autisme
Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.

          Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa faktor genetika memegang peranan penting pada terjadinya autistik. Bayi kembar satu telur akan mengalami
gangguan autistik yang mirip dengan saudara kembarnya. Juga ditemukan
beberapa anak dalam satu keluarga atau dalam satu keluarga besar mengalami
gangguan yang sama.

            Selain itu pengaruh virus seperti rubella, toxo, herpes; jamur; nutrisi yang
buruk; perdarahan; keracunan makanan, dsb pada kehamilan dapat menghambat
pertumbuhan sel otak yang dapat menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung
terganggu terutama fungsi pemahaman, komunikasi dan interaksi.
Akhir-akhir ini dari penelitian terungkap juga hubungan antara gangguan
pencernaan dan gejala autistik. Ternyata lebih dari 60 % penyandang autistik
ini mempunyai sistem pencernaan yang kurang sempurna. Makanan tersebut
berupa susu sapi (casein) dan tepung terigu (gluten) yang tidak tercerna
dengan sempurna. Protein dari kedua makanan ini tidak semua berubah menjadi
asam amino tapi juga menjadi peptida, suatu bentuk rantai pendek asam amino
yang seharusnya dibuang lewat urine. Ternyata pada penyandang autistik,
peptida ini diserap kembali oleh tubuh, masuk kedalam aliran darah, masuk ke
otak dan dirubah oleh reseptor opioid menjadi morphin yaitu casomorphin dan
gliadorphin, yang mempunyai efek merusak sel-sel otak dan membuat fungsi
otak terganggu. Fungsi otak yang terkena biasanya adalah fungsi kognitif,
reseptif, atensi dan perilaku
  1. Mengidentifikasi dini Autis
Gejala autisme mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia 3 tahun , secara umum gejala paling jelas terlihat antara umur 2 – 5 tahun. Pada beberapa kasus aneh gejala terlihat pada masa sekolah. Berdasarkan penelitian lebih banyak didapatkan pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Beberapa tes untukmendeteksi dini kecurigaan autisme hanya dapat dilakukan pada bayi berumur 18 bulan ke atas.
            Autisme pada anak bisa diatasi lebih efektif jika diketahui sejak dini gejalanya. Banyak orang tua terlambat menyadari buah hatinya mengalami autisme karena tak tahu gejalanya.
Menurut penelitian terbaru, autisme bisa didiagnosis lebih dini dengan melihat bagaimana respon batita saat menonton serial kartun atau animasi. Batita akan sangat senang dan memfokuskan perhatian ketika melihat gerakan.
Dalam serial kartun terdapat banyak gerakan dan biasanya batita senang untuk melihatnya. Tetapi bagi batita autisme, mereka akan mengacuhkan gerakan dalam serial kartun tersebut.
Penelitian tersebut dilakukan oleh para peneliti dari Universitas Yale, Inggris. Kesimpulan tersebut didapatkan setelah mengadakan penelitian pada seorang anak berusia dua tahun. Ia di diagnosa terkena autisme melalui gerakan dan suara yang berasal dari serial kartun.
Para peneliti mengungkapkan, tes dengan kartun yang dilakukan pada anak tersebut, bisa dilakukan pada anak lain dan dapat mengidentifikasi gejala autis lebih dini. Karena anak-anak yang berusia delapan bulan sebenarnya sudah bisa mengenali gerakan dan gambar. Dan, dengan cara memperlihatkan kartun animasi, autisme dapat diidentifikasi.
Identifikasi autisme dengan serial kartun atau animasi ini dilakukan di Inggris dan melibatkan 55 batita. Hasilnya adalah 21 batita mengalami autistic-spectrum disorders (ASD), 39 batita normal dan 16 batita memiliki masalah perkembangan tetapi bukan autisme.
Batita normal dan yang memiliki masalah perkembangan, menyukai dan fokus melihat animasi yang diperlihatkan. Tetapi, batita dengan ASD tidak fokus pada animasi yang diperlihatkan pada dua layar berbeda.
“Batita dengan ASD dapat diketahui secara dini. Dengan begitu dapat diberikan terapi dengan lebih cepat dan tepat," kata Dr Ami Klin, dari the Yale Child Study Center.

  1. Sistem pelayanan pendidikan anak autisme
Pada anak autistik yang telah diterapi dengan baik dan memperlihatkan keberhasilan yang menggembirakan, anak tersebut dapat dikatakan "sembuh" dari gejala autistiknya.
Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat mengendalikan perilakunya
sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal,
serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak seusianya.
            Pada saat ini anak sebaiknya mulai diperkenalkan untuk masuk kedalam
kelompok anak-anak normal, sehingga ia (yang sangat bagus dalam
meniru/imitating) dapat mempunyai figur/role model anak normal dan meniru
tingkah laku anak normal seusianya
1.      Kelas Terpadu sebagai kelas transisi
Kelas ini ditujukan untuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu
dan terrstruktur, dan merupakan kelas persiapan dan pengenalan akan
pengajaran dengan kurikulum sekolah biasa, tetapi melalui tata cara
pengajaran untuk anak autistik ( kelas kecil dengan jumlah guru besar, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten,
dsb)
Tujuan kelas terpadu adalah:
1)      Membantu anak dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler2. Belajar secara intensif pelajaran yang tertinggal di kelas reguler, sehingga dapat mengejar ketinggalan dari teman-teman sekelasnya
Prasyarat:
1.      Diperlukan guru SD dan terapis sebagai pendamping, sesuai dengan keperluan anak didik (terapis perilaku, terapis bicara, terapis okupasi dsb)
2.      Kurikulum masing-masing anak dibuat melalui pengkajian oleh satu team dari berbagai bidang ilmu ( psikolog, pedagogi, speech patologist, terapis, guru dan orang tua/relawan)
3.      Kelas ini berada dalam satu lingkungan sekolah reguler untuk memudahkan proses transisi dilakukan (mis: mulai latihan bergabung dengan kelas reguler pada saat olah raga atau istirahat atau prakarya dsb)
2)      Program inklusi (mainstreaming)
Program ini dapat berhasil bila ada:
a)      Keterbukaan dari sekolah umum
b)      Test masuk tidak didasari hanya oleh test IQ untuk anak normal
c)      Peningkatan SDM/guru terkait
d)     Proses shadowing/dapat dilaksanakan Guru Pembimbing Khusus (GPK)
e)      Idealnya anak berhak memilih pelajaran yang ia mampu saja (Mempunyai IEP/Program Pendidikan Individu sesuai dengan kemampuannya)
f)       Anak dapat "tamat" (bukan lulus) dari sekolahnya karena telah selesai melewati pendidikan di kelasnya bersama-sama teman sekelasnya/peers.
g)      Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi 1:1 di sekolah umum

3)      Sekolah Khusus
Pada kenyataannya dari kelas Terpadu terevaluasi bahwa tidak semua anak autistik dapat transisi ke sekolah reguler. Anak-anak ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi di sekeliling mereka. Beberapa anak memperlihatkan potensi yang sangat baik dalam bidang tertentu misalnya olah raga, musik, melukis, komputer, matematika, ketrampilan dsb.Anak-anak ini sebaiknya dimasukkan ke dalam Kelas khusus, sehingga potensi mereka dapat dikembangkan secara maksimal.
Contoh sekolah khusus: Sekolah ketrampilan, Sekolah pengembangan olahraga, Sekolah Musik, Sekolah seni lukis, Sekolah Ketrampilan untuk usaha kecil, Sekolah computer.
4)      Program sekolah dirumah (Homeschooling Program)
Adapula anak autistik yang bahkan tidak mampu ikut serta dalam Kelas Khusus karena keterbatasannya, misalnya anak non verbal, retardasi mental, masalah motorik dan auditory dsb. Anak ini sebaiknya diberi kesempatan ikut serta dalam Program Sekolah Dirumah (Homeschooling Program). Melalui bimbingan para guru/terapis serta kerjasama yang baik dengan orangtua dan orang-orang disekitarnya, dapat dikembangkan potensi/strength anak. Kerjasama guru dan orangtua ini merupakan cara terbaik untuk men-generalisasi program dan membentuk hubungan yang positif antara keluarga dan masyarakat. Bila memungkinkan, dengan dukungan dan kerjasama antara guru sekolah dan terapis di rumah anak-anak ini dapat diberi kesempatan untuk mendapat persamaan pendidikan yang setara dengan sekolah reguler/SLB untuk bidang yang ia kuasai. Dilain pihak, perlu dukungan yang memadai untuk keluarga dan masyarakat sekitarnya untuk dapat menghadapi kehidupan bersama seorang autistik.
  1. Dampak  psikologi anak autisme
A.    Dampak psikologis bagi orang tua
Tidak mudah bagi orang tua untuk menerima kenyataan bahwa anaknya mengalami kelainan. Hilangnya impian, harapan, kebingungun-kekhewatiran atas masa depan anak, biaya financial yang harus dikeluarkan, dan kerepotan-kerepotan lainnya merupakan beban berat yang harus dihadapi orang tua. Semua hal tersebut sangat berpotensi menjadi stressor dalam kehidupan dan preses interaksi dengan anak.
B.     Dampak psikologis bagi anggota keluarga
Pertama dampak psikologis terhadap sang kakak pada awal kelahirannya hal ini belum menjadi masalah. Permasalahan muncul setelah sekian lama sang kakak menyadari bahwa dengan hadir si adik perhatian ayah, ibu dan anggota keluarga yang lain tercurah kepada si adik. Bahkan kecenburuannya sitambah lagi dengan perasaan kesal, menyaksikan semua perhatian orang tua tercurah kepada adiknya yang autisme.
C.     Dampak psikologis bagi lingkungan masyarakat
Umumnya anggota masyarakat belum bisa menerima penyandang autisme dalam kelompok sosialnya. Orang tua anak normal sering melarang anaknya bergaul dengan anak autistic. Pernah juga kejadian orang tua anak normal memindahkan anaknya sekolah karena disekolah yang lama terdapat anak autistic.

BAB III
PENUTUP
  1. KESIMPULAN
Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Bahkan pada autistik infantil gejalanya sudah ada sejak lahir.
autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.          
 Selain itu pengaruh virus seperti rubella, toxo, herpes; jamur; nutrisi yang
buruk; perdarahan; keracunan makanan, dsb pada kehamilan dapat menghambat
pertumbuhan sel otak yang dapat menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung
terganggu terutama fungsi pemahaman, komunikasi dan interaksi.

  1. SARAN
Hendaknya saat hamil ibu harus memperhatikan asupan gizi yang baik untuk anaknya serta bagi orang tua yang memiliki anak autisme harus memperbanyak pengetahuan tentang autisme agar mengetahui bagaimana cara menangani anak autis dengan baik. Begitu juga seorang guru agar tahu bagaimana penyelenggaraan pendidikan bagi anak autisme tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Azwandi, yosfan. 2005. mengenal dan membantu penyandang autisme. Jakarta. Direktorat jendral pendidikan tinggi.      
                                 Yatim,  Faisal. 2003. Austisme suatu gangguan jiwa pada anak- anak. Jakarta: pustaka popular obor
Dr Widodo Judarwanto SpA  email : wido25@hotmail.com
htpp://www.alergianak.bravehost.com
www.google.com jam 19.00 wib tgl 28 november 2009

PostHeaderIcon MEDIA PEMBELAJARAN

MEDIA PEMBELAJARAN


  1. Pengertian media pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman,2002)
Latuheru(1988:14), menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna.
Berdasarkan definisi tersebut, media pembelajaran memiliki manfaat yang besar dalam memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran. Media pembelajaran yang digunakan harus dapat menarik perhatian siswa pada kegiatan belajar mengajar dan lebih merangsang kegiatan belajar siswa.
Menurut Sadiman (2002:16), media pembelajaran mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut:
a.       Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).
b.      Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera.
c.       Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini, media pendidikan berguna untuk:
·         Menimbulkan kegairahan belajar.
·         Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan.
·         Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.

Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah diberikan, maka media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa sehingga proses interaksi komunikasi edukasi antara guru (atau pembuat media) dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdayaguna.

  1. Kriteria pemilihan media pembelajaran
Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media bahwa media harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Contoh : bila tujuan atau kompetensi peserta didik bersifat menghafalkan kata-kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau kompetnesi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media cetak yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pebelajaran bersifat motorik (gerak dan ativitas), maka media film dan video bisa digunakan. Di samping itu, terdapat kriteria lainnya yang bersifat melengkapi (komplementer).
Di dalam memilih bahan pengajaran itu konsep yang harus diterapkan guru adalah bahwa tugas guru bukanlah mengajarkan pengetahuan, tugas guru bukanlah mengajarkan isi buku atau bab dari buku melainkan tugas guru itu sebenarnya adalah untuk mencapai tujuan pengajaran, ini berarti pemilihan media pengajaran sangatlah penting untuk perumusan tujuan media pengajaran
1        Tujuan
Apa tujuan pembelajaran kompetensi yang ingin   dicapai? Apakah tujuan itu masuk kawasan kognitif, afektif , psikhomotor atau kombinasinya? Jenis rangsangan indera apa yang ditekankan: apakah penglihatan, pendengaran, atau kombinasinya? Jika visual, apakah perlu gerakan atau cukup visual diam? Jawaban atas pertanyaan itu akan mengarahkan kita pada jenis media tertentu, apakah media realia, audio, visual diam, visual gerak, audio visual gerak dan seterusnya.

2        Sasaran didik
Siapakah sasaran didik yang akan menggunakan media? bagaimana karakteristik mereka, berapa jumlahnya, bagaimana latar belakang sosialnya, apakah ada yang berkelainan, bagaimana motivasi dan minat belajarnya? dan seterusnya.  Apabila kita mengabaikan kriteria ini,  maka media yang kita pilih atau kita buat tentu tak akan banyak gunanya. Mengapa? Karena pada akhirnya sasaran inilah yang akan mengambil manfaat dari media pilihan kita itu. Oleh karena itu, media harus sesuai benar dengan kondisi mereka.
3        Karateristik media yang bersangkutan
Bagaimana karakteristik media tersebut? Apa kelebihan dan kelemahannya, sesuaikah media yang akan kita pilih itu dengan tujuan yang akan dicapai?  Kita tidak akan dapat memilih media dengan baik jika kita tidak mengenal dengan baik karakteristik masing-masing media. Karena kegiatan memilih pada dasarnya adalah kegiatan membandingkan satu sama lain, mana yang lebih baik dan lebih sesuai dibanding yang lain. Oleh karena itu, sebelum menentukan jenis media tertentu, pahami dengan baik bagaimana karaktristik media tersebut.
4        waktu
Yang dimaksud waktu di sini adalah berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengadakan atau membuat media yang akan kita pilih, serta   berapa lama waktu yang tersedia / yang kita memiliki, cukupkah ? Pertanyaan lain adalah, berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyajikan media tersebut dan berapa lama alokasi waktu yang tersedia dalam proses pembelajaran ?  Tak ada gunanya kita memilih media yang baik, tetapi kita tidak cukup waktu untuk mengadakannya. Jangan sampai pula terjadi,  media yang telah kita buat dengan menyita banyak waktu,  tetapi pada saat digunakan dalam pembelajran ternyata kita kekurangan waktu.

5        biaya
Faktor biaya juga merupakan pertanyaan penentu dalam memilih media. Bukankah penggunaan media pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran. Apalah artinya kita menggunakan media, jika akibatnya justru pemborosan. Oleh sebab itu,  faktor  biaya   menjadi kriteria yang harus kita pertimbangkan. Berapa biaya yang kita perlukan untuk membuat, membeli atau meyewa media tersebut? Bisakah kita mengusahakan beaya tersebut/  apakah besarnya biaya seimbang dengan tujuan belajar yang hendak dicapai? Tidak mungkinkan tujuan belajar itu tetap dapat dicapai tanpa menggunakan media itu, adakah alternatif media lain yang lebih murah namun tetap dapat mencapai tujuan belajar? Media yang mahal, belum tentu lebih efektif  untuk mencapai tujuan belajar, dibanding media sederhana yang murah.
6        ketersediaan
Kemudahan dalam memperoleh media juga menjadi pertimbangan kita. Adakah media yang kita butuhkan itu di sekitar kita, di sekolah atau di pasaran ? Kalau kita harus membuatnya sendiri, adakah kemampuan, waktu   tenaga  dan sarana  untuk membuatnya? Kalau semua itu ada, petanyaan berikutnya tersediakah sarana yang diperlukan untuk menyajikannya di kelas? Misalnya, untuk menjelaskan tentang proses tejadinya gerhana matahari memang akan lebih efektif jika disajikan melalui media video. Namun karena di sekolah tidak ada aliran listrik atau tidak punya video player, maka sudah cukup bila digunakan alat peraga gerhana matahari.
7        konteks penggunaan
Konteks penggunaan maksudnya adalah dalam kondisi dan strategi bagaimana media tersebut akan digunakan.  Misalnya: apakah untuk belajar individual, kelompok kecil, kelompok besar atau masal ? Dalam hal ini kita perlu merencanakan strategi pembelajaran secara keseluruhan yang akan kita gunakan dalam proses pembelajaran, sehingga tergambar kapan dan bagaimana konteks penggunaaan media tersebut dalam pembelajaran.

8        mutu teknis
Kriteria ini terutama untuk memilih/membeli media   siap pakai yang telah ada, misalnya program audio, video, garafis atau media cetak lain.  Bagaimana mutu teknis media tersebut, apakah visualnya jelas, menarik dan cocok ? Apakah suaranya jelas dan enak didengar ? Jangan sampai hanya karena keinginan kita untuk menggunakan media saja,  lantas media yang kurang bermutu kita paksakan penggunaannya.  Perlu diinggat bahwa jika program media itu hanya menjajikan sesuatu yang sebenarnya bisa dilakukan oleh guru dengan lebih baik, maka media itu tidak perlu lagi kita gunakan.

  1. Jenis-jenis media pembelajaran
1        Media Visual
Media cetakan dan grafis di dalam proses belajar mengajar paling banyak dan paling sering digunakan. Media ini termasuk kategori media visual non proyeksi yang berfungsi untuk menyalurkan pesan dari pemberi ke penerima pesan (dari guru kepada siswa). Pesan yang dituangkan dalam bentuk tulisan, huruf-huruf, gambar-gambar dan simbol yang mengandung harti disebut ”Media Grafis”. Media grafis termasuk media visual diam, sebagaimana halnya dengan media lain media grafis mempunyai fungsi untuk menyalurkan pesan dari guru kepada siswa. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan yang dituangkan ke dalam simbol-simbol yang menarik dan jelas. Media ini tidak termasuk media yang relatif murah dalam pengadaannya bila ditimbang dari segi biaya. Macam-macam media grafis adalah: gambar/foto, diagram, bagan, grafik, poster, media cetak, buku.
2        Media Audio
·         Radio
Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat digunakan untuk mendengarkan berita yang bagus dan aktual, dapat mengetahui beberapa kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dan baru, masalah-masalah kehidupan dan sebagainya. Radio dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang cukup efektif.
·         Kaset-audio
Yang dibahas disini khusus kaset audio yang sering digunakan di sekolah. Keuntungannya adalah merupakan media yang ekonomis karena biaya pengadaan dan perawatan murah.
            3.   Media Audio-Visual
ü  Media video
Merupakan salah satu jenis media audio visual, selain film. Yang banyak dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, biasa dikemas dalam bentuk VCD.

ü  Media computer
Media ini memiliki semua kelebihan yang dimiliki oleh media lain. Selain mampu menampilkan teks, gerak, suara dan gambar, komputer juga dapat digunakan secara interaktif, bukan hanya searah. Bahkan komputer yang disambung dengan internet dapat memberikan keleluasaan belajar menembus ruang dan waktu serta menyediakan sumber belajar yang hampir tanpa batas.


 DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad, 2007. Teori & Praktek Pembelajaran Pendidikan Dasar.

Idris, Nuny S. 1999. Ragam Media Dalam Pembelajaran BIPA. A Paper presented at KIPBIPA III, Bandung.
www.google.com diakses hari selasa, 16 maret 2010 jam 13.00 wib

Use Follow Me

Artikel

About Me

Foto Saya
Special Education
Padang, Indonesia
Simple
Lihat profil lengkapku

Blog List

Special Education. Diberdayakan oleh Blogger.

Chat Box

Create a Meebo Chat Room
Google Translate
Arabic Korean Japanese
Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German
Spain Italian Dutch

CLender


Free Blog Content
Mr.Zoo